Kamis, 16 Juli 2009

Cegukan


Cegukan merupakan bahasa Jawa dari hiccup. Saya nggak tahu bahasa Indonesianya. Kalau dibilang sendawa bukan. Sendawa merupakan aktifitas tubuh dari daerah pencernakan lalu keluar angin lewat oral dalam kondisi tubuh habis makan atau sedang masuk angin. Tapi cegukan merupakan proses keluar angin dari oral dengan periode lebih singkat dan hentakan daerah perut lebih menyakitkan serta berulang-ulang. Kalau dalam kamus Hornby (1987:402) hiccup atau hiccough merupakan sudden stopping of the breath with a cough-like sound. Kalau dalam istilah medisnya synchronous diaphragmatic flutter (SDF) atau singultus, dari bahasa Latin singult. Dalam wikipedia cegukan disebabkan gangguan sistem saraf pusat dan periferal yang berasal dari iritasi yang terjadi pada saraf.

Ayah saya sekitar tiga tahun yang lalu menderita cegukan parah. Dia sampai harus menebus resep dokter spesialis saraf di Jombang rutin sebulan dua kali. Kalau tidak minum obat dari dokter itu cegukannya tidak berhenti, walaupun sampai satu hari penuh. Alhamdulillah pada tahun itu saya mulai belajar pengobatan Nabawi dari Kathur Suhardi di Madiun. Selain minum obat itu saya rutin membekamnya. Setelah beberapa kali bekam alhamdulillah sampai sekarang ayah saya tidak menderita penyakit cegukan lagi.

Pagi tadi (16/7) teman saya Pak Deni, guru TIK di SMAN 1 Pacet, menderita penyakit itu. Ketika saya asyik mengobrol dengan Pak Gik, guru olahraga, mengenai persiapan Workshop Smart Teaching besok Pak Deni datang ikut nimbrung sambil bawa koran Jawa Pos. Belum 1 menit duduk Pak Deni masuk ruang TU. Lalu kembali lagi sambil mengeluh sudah sejak pagi tadi cegukan nggak selesai-selesai. Sudah mencoba minum dengan menghadap arah kiri. Sudah mencoba minum setelah cegukan tapi tidak berhasil.

"Pak, coba cari plastik. Terserah, pokoknya plastik. Bisa plastik gula, kresek," kata saya padanya.
"Buat apa, Pak?" tanya Pak Deni keheranan. Pak Gik di dekat saya juga kelihatan bingung.
"Ya, pokoknya cari aja Pak," kata Pak Gik supaya penasarannya hilang.

Sekitar 20 detik Pak Deni kembali membawa tas kresek warna merah muda.
"Ya, kresek taruh di mulut lalu tiup sampai penuh," suruh saya. Pak Deni pun meniup dengan sekuat tanaga sampai tas kresek itu seperti balon.
"Sudah, sekarang hirup kembali udara dalam tas kresek itu," kata saya sambil membantu meremas tas kresek supaya cepat ditelan kembali udaranya.

Pak Gik yang melihat 'penderitaan' Pak Deni menelan kembali udara dalam kresek tertawa. Tapi usaha itu diridloi Allah. Walhasil, Pak Deni langsung sembuh dari sakitnya.
"Ini kalau pake resep dokter udah berapa uangnya," kata saya bercanda.
Kami bertiga pun tertawa melihat kesembuhan Pak Deni.

Ilmu ini saya dapat dari pelatihan ustadz Kathur Suhardi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar